Jumat, 26 Oktober 2012

i hope its will be real part3

“Maafkan aku kak, menyayangi orang yang kakak sayang. Tapi kakak tenang aja, aku udah ngelupain bang Dika kok” ucapku dipelukan Kak Tiara. Walau aku belum yakin bahwa aku udah menghapus perasaan ku dengan bang Dika. Ah lagian bang Dika gak mungkin suka sama aku, memiliki perasaan sama aku. Aku mana pantas untuknya. Tapi sebenarnya... ah sudahlah. “Makasih ya dek, kakak hargai usaha kamu untuk melupakan bang Dika” kak Tiara membalas pelukanku. Aku mampu merasakan kehangatan dari seorang kakak.
Kak Tiara menghilang dari hadapan ku. Aku merasa sangat lega karena udah jujur padanya. Jujur? Bukankah aku bohong tadi. Apakah itu kejujuran. Atau itu kebohongan? Jujur karena aku mengakui bahwa aku menyayangi bang Dika dan bohong karena aku mengatakan bahwa aku sudah melupakan bang Dika. Apakah itu kebohongan atau kejujuran?
“disini kamu rupanya.” April duduk disampingku yang membuat lamunan ku buyar. “eh, etciyeee tadi pipinya dicium sama bang Raga.” Aku mengejek April. “Apaan sih?” tanyanya sinis, tapi dari matanya bisa ku lihat bahwa dia senang. “Kamu udah jelasin perasaan kamu ke bang Dika?” tanya April seketika itu yang memembuat aku membuat shock. Aku terdiam. Hening. Apakah ini saatnya aku harus ngomong ke Bang Dika? Bukannya tadi aku uda bilang ke kak Tiara bahwa aku uda lupa sama Bang Dika, kalo aku menyatakan rasa ini berarti aku mengkhianati kak Tiara, artinya aku bohong dong tadi. “Veelllll” pekik April ditelingaku yang membuat lamunan ku buyar. “Apaan sih Pril?” aku membentaknya sambil menutup kedua telingaku. “Lagian kamu ditanyain malah diam” ia membela diri. Kami lalu terdiam. Hening. Seketika aku merasa tetesan air mendarat di tubuh ku, “Hujan” sahut April sambil menadahkan tangannya. Aku lalu menarik tangan April menuju ke gedung sekolah.
Hujan semakin lebat, tetesannya membasahi daun yang kekeringannya. “Ikut aku kesana?” April mengarahkan jari telunjuknya ke arah pensi. Aku hanya menggeleng saja. April pun meninggalkan aku. Selepas April pergi mengahmpiri Ara dan Anggi, aku naik ke lantai 2 yang bisa terbilang kosong hanya ada cahaya lampu yang menerangi tiap ruangan disini, dari sini aku bisa melihat seluruh penjuru sekolah. Pensi dan kantin yang cukup ramai, lapangan upacara yang sepi, lapangan basket yang kosong dan lapangan bola yang.... “Bang Dika?” putaran mataku terhenti di lapangan bola.  Apa yang dia lakukan disitu, bermain bola saat hujan seperti ini? Kenapa dia tidak berkumpul dengan teman-temannya di kantin sana? Kenapa dia terus menendang-nendang bola? Ada apasih dengannya? Aku terus memperhatikannya dari atas sini.
Sorry Sorry Sorry Sorry Naega naega naega munjuh Nehgae nehgae nehgae bbajuh bbajuh bbajuh party baby Shawty Shawty Shawty Shawty Noonee booshuh booshuh booshuh Soomee makhyuh makhyuh makhyuh Naega micheo micheo baby
Aku pun lalu meraih hape ku yang berdering tanda sms masuk “Ke ruang band SEKARANG !! GAK PAKE LAMA” isi sms itu seakan memaksaku turun dari sini, dan harus berhenti memperhatikan bang Dika L ah dasar bang Desta, suka banget ganggu aktivitas orang. Shit !!
Hujan terasa semakin deras, namun aku belum berniat meninggalkan lapangan ini. Aku biarkan badanku diguyur air hujan, aku sudah tak peduli lagi. Harapan aku kepada ‘dia’ telah pupus. Semua harapan untuk bersamanya hilang sudah. Aku sadar aku tidak tau siapa namanya, tapi tidakkah dia sadar bahwa aku mencintainya aku sayang padanya. Kalau saja seandainya waktu itu aku tau dia yang sms aku, aku gak akan berhenti sms-an dengannya. Aku akan terus mengejarnya. Pantas saja, tiap aku bertanya siapa namanya, dia selalu mengelak ternyata dia adalah teman dekat Tiara. Sampai suatu saat aku mengirim sms padanya “Kamu siapa sih? Aku gak kenal sama kamu. Kalau kamu gak mau kasih tau siapa kamu yang sebenarnya aku gak akan mau smsan sama kamu lagi. Terserah kamu mau sayang sama aku atau apa aku gak peduli. Jangan pernah sms aku lagi.” Benar saja, setelah itu tidak ada lagi orang yang sms ke aku sambil mengucapkan kata-kata saayang atau “I’m your secret admirer”. Aku sempat bersyukur saat itu, karena hidupku sudah tenang dan tak perlu pusing-pusing berfikir siapa yang mengirim sms itu. Tapi sekarang? Perasaan aku luar biasa hancur, aku ingin teriak sekeras-kerasnya.
Aku gak mau menghilangkan kepercayaan kakak sama aku, gimanapun juga aku harus menghentikan perasaan ini, aku gak mau mengecewakan kakak, karena kak Tiara uda aku anggap kakak aku sendiri.” Kata-kata itu terus terngiang di telinga ku. Ah bodoh kenapa sih dia maunya ngorbanin perasaan dia ke aku cuman karena Tiara. Bodoh. Bodoh. Lagian kenapa Tiara harus berteman dengannya? Sial. SIAL !!!!!!!!!!!!!!
Aku terus menendang bola ini sampai akhirnya ku tendang bola ini dengan sekuat tenaga dan bola itu melambung entah kemana. Aku tak berniat untuk mencarinya lagi. Aku langsung berjalan menuju tepi lapangan. Berteduh di sebuah pondok yang biasanya anak-anak GIF gunakan untuk menaruh perlengkapan mereka saat latihan futsal.
Ah sial, kenapa jadi aku yang disuruh mendata anak kelas 12 yang datang hariini? Bukannya masih ada yang lain? Mana aku disuruh mendata anak 12ips2 sama anak 12ips3 lagi, ips3? Kelasnya bang Dika dong?. Ah shit !! “Tan temenin aku dong?” aku mengajak Tania, untuk menemaniku berkeliling sekolah mencari anak kelas 12 yang hadir dan menyuruh mereka menandatangani absen ini. “okeeeeee” Tania mengacungkan jempolnya.
Cuman nyari anak kelas 12ips2 aja susahnya bukan main, gimana nanti nyari anak ips3? “Bang Desta seneng banget sih nyuruh kita kayak gini?” aku mengeluh dengan Tania saat kami menyusuri lorong kelas 10. “Haa namanya juga senior, pasti maunya yang ngerjain kayak ginian juniornya” jawab Tania seraya menghela nafas panjang.
“akhirnya selese juga” ujar ku pada Tania, saat bang Weli tengah menandatangani absen. “Selesai? Nih si Dika belom tanda tangan” bang Welly menunjukkan absen nama Ardika Gumilang yang ternyata masih kosong. “Yaaa, Vel, masak kita harus keliling lagi sih nyari bang Dika” Tania mengeluh. Yah wajar aja Tania ngeluh, sekolah ini luas banget dan gak semua anak 12ips itu kumpul di satu tempat, pasti mereka tersebar dimana-mana, udahan itu kami juga gak kenal semua anak 12ips, jadi cukup menyulitkan. “Yaudah deh gini aja, kamu bawa absen ini ke bang Desta, ntar aku cari bang Dika dimana, aku ajak dia ke ruang band, buat nandatanganin ini.” Aku memberikan solusi. “Kenapa kamu gak bawa ini aja” Tania menyodorkan Absen itu padaku. ah iyaya kenapa aku bodoh sekali. “Yaudah sini absen ips3, kamu kasi aja ke bang Desta absen ips2 itu” aku menyodorkan absen ips2 pada Tania dan dia memberikan aku absen ips3.
Aku tau dimana bang Dika, aku yakin dia masih di lapangan bola. Aku pun berjalan menuju lapangan bola. Sepanjang jalan aku dipenuhi perasaan takut, ragu-ragu, malu, seneng. Aahhh semua bercampur menjadi satu, karena malam ini menjadi malam pertama ku bisa ngomong face to face sama dia secara langsung, selama aku menyukainya aku tak pernah sedikitpun berbicara padanya atau mungkin malam ini menjadi malam terakhir juga aku bisa face to face sama dia setelah malam perpisahan ini bisa dipastikan aku tidak akan bertemu dengannya lagi. L
Ternyata benar bang Dika masih ada disitu. Langkahku terhenti seketika saat ku lihat dia duduk di pondok yang terletak di pojok lapangan bola itu. Hujan masih turun membasahi lapangan ini dan aku tak berniat membasahi baju ku ini. Aku pun mencoba memanggil namanya “bang Dika !!!” panggilku , namun ia tak bergerak, mungkin ia tak mendengar suaraku. “bang Dika” aku berteriak lagi, namun lagi-lagi ia tak bergeming. Aku pun memutuskan untuk menghampirinya disudut lapangan sana.
___
Sepertinya ada seseorang yang memanggil namaku. Aku pun menoleh ke belakang dan ternyata itu ‘dia’ tanpa pikir panjang aku langsung berjalan menghampirinya yang tengah berlari-lari kecil ke arah ku. Langkahnya terhenti saat ia menyadari bahwa aku menghampirinya. Kini dia ada dihadapanku. Kini aku tengah menatap matanya dan aku langsung...
v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar